Tuesday, December 29, 2009

Ayat terakhir yang diturunkan

Ust. Subki Osman menjelaskan apakah ayat Al-Quran yang terakhir diturunkan?

1. Ayat 281, Surah Al-Baqarah (Paling Rajih)
  • Berdasarkan hadis daripada Ikrimah daripada IbnAbbas yang telah diriwayatkan oleh an-Nasa’ie katanya yang bermaksud: “Ayat yang terakhir diturunkan ialah ayat 281, Surah- Al-Baqarah”.
  • Hadis daripada Sa’id ibn Jubair yang diriwayatkan oleh ibn Hatim katanya yang bermaksud: “Ayat yang terakhir diturunkan ialah ayat 281, SurahAl-Baqarah”.
Al-Quran Juz 1 - Juz 5
  1. Al-Quran: Juz' 1 [(1) Al Fatiha 1 - (2) Al Baqarah 141]
  2. Al-Quran: Juz' 2 [(2)Al Baqarah 142 - (2)Al Baqarah 252]
  3. Al-Quran: Juz' 3 [(2)Al Baqarah 253 - (3)Ali Imran 92]
  4. Al-Quran: Juz' 4 [(3)Ali Imran 93 - (4)An Nisa 23]
  5. Al-Quran: Juz' 5 [(4)An Nisa 24 - (4)An Nisa 147]

Thursday, December 24, 2009

Kuliah Subuh 1431

Ust. Shukri Harun
25.12.2009
TAFSIR SURAU AL-INSAN
Hukum Memakai Pakaian Sutera

Pada kuliah sebelum ini Ustaz membincang tentang hukum pakaian. Ada tiga hukum dalam pakaian iaitu Pakaian Yang Wajib, Pakaian Yang Sunat dan Pakaian Yang Haram.
Ada 3 perbahasan dalam hal pakaian sutera ini iaitu:
  1. Sutera semata-mta
  2. Sutera yang bercampur
  3. Sutera untuk anak kecil


Sunday, December 20, 2009

Sunday, December 13, 2009

SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah mempunyai kedudukan yang tinggi dalam sunnah. Sebagaimana
dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam hadits yang shahih
iaitu :
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika Bani Adam membaca ayat sajdah maka setan menyingkir dan menangis lalu berkata : 'Wahai celaka aku, Bani Adam diperintahkan untuk sujud, maka dia sujud, dan baginya Surga, sedangkan aku
diperintahkan untuk sujud, tetapi aku mengabaikannya, maka neraka bagiku.'
" (Dikeluarkan oleh Muslim, lihat Fiqhul Islam halaman 23 karya Syaikh Abdul
Qadir Syaibatul Hamdi)

Dengan hadits di atas jelas bagi kita bahwa sujud tilawah mempunyai arti
yang agung bagi siapa saja yang mau mengamalkannya. Tentunya hal itu
dilakukan dengan niat yang ikhlas hanya mencari wajah Allah Ta'ala dan
sesuai dengan contoh Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Karena amal tanpa kedua syarat tersebut akan tertolak, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dari Ummul Mukminin, Aisyah
radhiallahu 'anha :

Barangsiapa mengamalkan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami,
maka amal tersebut tertolak. (HR. Muslim)

Kemudian dalil yang menunjukkan agar kita ikhlas dalam beramal adalah firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala :

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus . .(Al Bayyinah : 5)

Sedangkan kalau tidak ikhlas, amal itu akan terhapus. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman :

Jika engkau berlaku syirik kepada Allah, niscaya akan terhapus amalmu. (Az
Zumar : 65)

DEFINISI SUJUD TILAWAH
Secara bahasa tilawah berarti bacaan. Sedangkan secara istilah, sujud
tilawah artinya sujud yang dilakukan tatkala membaca ayat sajdah di dalam
atau di luar shalat.

DISYARIATKANNYA SUJUD TILAWAH DAN HUKUMNYA
Sujud tilawah termasuk amal yang disyariatkan. Hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah menunjukkan hal tersebut. Dikuatkan lagi
dengan kesepakatan ulama sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Syafi'i dan
Imam Nawawi. Di antara dalil-dalil dari hadits yang menunjukkan
disyariatkannya adalah :

1. Hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata :

Kami pernah sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pada
surat (idzas sama'un syaqqat) dan (iqra' bismi rabbikalladzi khalaq). (HR.
Muslim dalam Shahih-nya nomor 578, Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor 1407,
Tirmidzi dalam Sunan-nya nomor 573, 574, dan Nasa'i dalam Sunan-nya juga
2/161)

2. Hadits Ibnu Abbas. Beliau radhiallahu 'anhu bersabda :

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud pada surat An
Najm. (HR. Bukhari dalam Shahih-nya 2/553, Tirmidzi 2/464)

Dari hadits-hadits di atas, para ulama bersepakat tentang disyariatkannya
sujud tilawah. Hanya saja mereka berselisih tentang hukumnya. Jumhur ulama
berpendapat tentang sunnahnya sujud tilawah bagi pembaca dan pendengarnya.
Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu pernah membaca surat An Nahl pada hari Jum
'at. Tatkala sampai kepada ayat sajdah, beliau turun seraya sujud dan
sujudlah para manusia. Pada hari Jum'at setelahnya, beliau membacanya (lagi)
dan tatkala sampai pada ayat sajdah tersebut, beliau berkata :

Wahai manusia, sesungguhnya kita akan melewati ayat sujud. Barangsiapa yang
sujud maka dia mendapatkan pahala dan barangsiapa yang tidak sujud, maka
tidak berdosa. [ Pada lafadh lain : "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidak
mewajibkan sujud tilawah, melainkan jika kita mau." ] (HR. Bukhari)

Perbuatan Umar radhiallahu 'anhu di atas dilakukan di hadapan para shahabat
dan tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya. Hal ini
menunjukkan ijma' para shahabat bahwa sujud tilawah disunnahkan. Di antara
ulama yang menyatakan demikian adalah Syaikh Ali Bassam dalam kitabnya
Taudlihul Ahkam dan Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah.

Syaikh Abdurrahman As Sa'di menyatakan : "Tidak ada nash yang mewajibkan
sujud tilawah, baik dari Al Qur'an, hadits, ijma', maupun qiyas . ."
(Taudlihul Ahkam, halaman 167)

Pendapat lain menyatakan bahwa sujud tilawah hukumnya wajib. Hal ini
dinyatakan oleh Madzhab Hanbali. Mereka berdalil dengan surat Al Insyiqaq :

Mengapa mereka tidak mau beriman? Dan apabila Al Qur'an dibacakan kepada
mereka, mereka tidak sujud. (Al Insyiqaq : 20-21)

Dengan adanya ayat di atas, mereka mengatakan bahwa orang yang tidak beriman
ketika dibacakan ayat Al Qur'an tidak mau bersujud. Dengan demikian mereka
menyimpulkan bahwa sujud tilawah itu hukumnya wajib. Namun pendapat yang
rajih (kuat) bahwa hukum sujud tilawah adalah sunnah sebagaimana telah
diterangkan di depan. Wallahu A'lam.

Di antara dalil yang menunjukkan tidak wajibnya sujud tilawah adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari :

Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud ketika membaca surat An
Najm. (HR. Bukhari)

Pada hadits yang lain, Zaid bin Tsabit berkata :

Saya pernah membacakan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam surat An
Najm, tetapi beliau tidak bersujud. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan adanya kedua hadits ini dapat diketahui bahwa sujud tilawah tidak
wajib hukumnya. Karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
kadang-kadang bersujud pada suatu ayat dan disaat lain pada ayat yang sama
beliau tidak sujud. Pada hadits ini juga dimungkinkan bahwa pembaca --dalam
hal ini Zaid bin Tsabit-- tidak bersujud sehingga Rasulullah pun tidak
bersujud. Hal ini didukung pula dengan perbuatan Umar di atas, beliau
radhiallahu 'anhu tidak bersujud ketika membaca ayat sajdah. Padahal yang
ikut shalat bersama beliau radhiallahu 'anhu adalah para shahabat dan mereka
tidak mengingkarinya.


TEMPAT-TEMPAT DISYARIATKANNYA SUJUD TILAWAH
Ada beberapa pendapat mengenai tempat dalam Al Qur'an yang mengandung
ayat-ayat sajdah sebagaimana dinyatakan oleh Imam Shan'ani dalam Subulus
Salam juz 1, halaman 402-403 :
  1. Pendapat Madzhab Syafi'i
  2. Sujud tilawah terdapat pada sebelas tempat. Mereka tidak menganggap adanya sujud tilawah dalam surat-surat mufashal (ada yang berpendapat yaitu surat Qaaf sampai An Nas, ada juga yang berpendapat surat Al Hujurat sampai AnNas).
  3. Pendapat Madzhab Hanafi
  4. Sujud tilawah terdapat pada empat belas tempat. Mereka tidak menghitung pada surat Al Hajj, kecuali hanya satu sujud.
  5. Pendapat Madzhab Hanbali
  6. Sujud tilawah terdapat pada lima belas tempat. Mereka menghitung dua sujud pada surat Al Hajj dan satu sujud pada surat Shad.
Pendapat pertama berdalil dengan hadits Ibnu Abbas : "Bahwa Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak sujud pada surat-surat mufashal sejak
berpindah ke Madinah." (HR. Abu Dawud, 1403)

Ibnu Qayim Al Jauziyah berkata tentang hadits ini : "Hadits ini dlaif, pada
sanadnya terdapat Abu Qudamah Al Harits bin 'Ubaid. Haditsnya tidak
dipakai." Imam Ahmad berkata : "Abu Qudamah haditsnya goncang." Yahya bin
Ma'in berkata : "Dia dlaif." An Nasa'i berkata : "Dia jujur, tapi mempunyai
hadits-hadits mungkar." Abu Hatim berkata : "Dia syaikh yang shalih, namun
banyak wahm-nya (keraguannya)." Ibnul Qathan beralasan (men-jarh) dengan
tulisannya dan berkata : "Muhammad bin Abdurrahman menyerupainya dalam
kejelekan hapalannya dan aib bagi seorang Muslim untuk mengeluarkan
haditsnya."

Padahal telah shahih dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya beliau
sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika membaca surat
iqra' bismi rabbikal ladzi khalaq dan idzas samaun syaqqat (keduanya
termasuk surat-surat mufashal). Beliau masuk Islam setelah kedatangan Nabi
ke Madinah selama enam atau tujuh tahun. Jika dua hadits di atas
bertentangan dari berbagai segi dan sama dalam keshahihannya, niscaya akan
jelas untuk mendahulukan hadits Abu Hurairah. Karena hadits ini tsabit
(tetap) dan ada tambahan ilmu yang tersamarkan bagi Ibnu Abbas. Apalagi
hadits Abu Hurairah sangat shahih, disepakati keshahihannya, sedangkan
hadits Ibnu Abbas dlaif. Wallahu A'lam. (Zadul Ma'ad, juz 1 halaman 273)

Pendapat pertama juga berdalil dengan hadits Abi Darda : "Aku sujud bersama
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebelas sujud yaitu, Al A'raaf, Ar
Ra'd, An Nahl, Bani Israil, Al Hajj, Maryam, Al Furqan, An Naml, As Sajdah,
Shad, dan Ha Mim As Sajdah. Tidak ada padanya surat-surat mufashal."

Abu Dawud berkata : "Riwayat Abu Darda dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam tentang sebelas sujud ini sanadnya dlaif. Hadits ini tidak ada pada
riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah, sedangkan sanadnya tidak dapat dipakai."

Pendapat kedua terbantah dengan hadits 'Amr bin 'Ash : "Bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membacakan kepadanya lima belas
(ayat) sajdah. Tiga di antaranya terdapat dalam surat-surat mufashal dan dua
pada surat Al Hajj." (HR. Abu Dawud 1401 dan Hakim 1/811)

Hadits ini sekaligus merupakan dalil bagi siapa saja yang menyatakan bahwa
sujud tilawah ada lima belas (seperti pendapat ke-3 di atas). Dalam
mengomentari hadits ini, Syaikh Al Albani berkata : "Kesimpulannya, hadits
ini sanadnya dlaif. Umat telah menyaksikan kesepakatannya. Namun, meskipun
hadits ini dlaif, tapi didukung oleh kesepakatan umat untuk beramal
dengannya. Juga hadits-hadits shahih mendukungnya, hanya saja, sujud yang
kedua pada surat Al Hajj tidak didapat pada hadits dan tidak didukung oleh
kesepakatan. Akan tetapi shahabat bersujud ketika membaca surat ini. Dan hal
ini termasuk hal yang dianggap masyru', lebih-lebih tidak diketahui ada
shahabat yang menyelisihinya. Wallahu A'lam." (Tamamul Minnah, halaman 270)

Adapun kelima belas ayat sajdah tersebut terdapat pada surat-surat :
  1. Al A'raf ayat 206.
  2. Ar Ra'd ayat 15.
  3. An Nahl ayat 50.
  4. Maryam ayat 58.
  5. Al Isra' ayat 109.
  6. Al Hajj ayat 18.
  7. Al Hajj ayat 77.
  8. Al Furqan ayat 60.
  9. An Naml ayat 26.
  10. As Sajdah ayat 15.
  11. Shad ayat 24.
  12. An Najm ayat 62.
  13. Fushilat ayat 38.
  14. Al Insyiqaq ayat 21.
  15. Al 'Alaq ayat 19.
    TATA CARA SUJUD TILAWAH
    Tata cara sujud tilawah dijelaskan oleh para ulama dengan mengambil contoh
    dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya. Di
    antara hadits yang diambil faedahnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiallahu
    'anhuma di atas. Juga atsar Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma yang diriwayatkan
    oleh Ibnu Abi Syaibah dari Sa'id bin Jubair, beliau berkata : "Ibnu Umar
    radhiallahu 'anhuma pernah turun dari kendaraannya, kemudian menumpahkan
    air, lalu mengendarai kendaraannya. Ketika membaca ayat sajdah, beliau
    bersujud tanpa berwudlu." Demikian penukilan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
    2/644. Beliau menambahkan, adapun atsar yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari
    Laits dari Nafi dari Ibnu Umar bahwasanya beliau berkata : "Janganlah
    seseorang sujud kecuali dalam keadaan suci." Maka cara menggabungkannya
    adalah bahwa yang dimaksud dengan ucapannya suci adalah suci kubra (Muslim,
    tidak kafir) . . Ucapan ini dikuatkan dengan hadits : "Seorang musyrik itu
    najis."

    Ketika mengomentari judul bab (yaitu bab Sujudnya kaum Muslimin bersama kaum
    musyrikin padahal seorang musyrik itu najis dan tidak memiliki wudlu) yang
    dibuat oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Ibnu Rusyd berkata : "Pada
    dasarnya semua kaum Muslimin yang hadir di kala itu (ketika membaca ayat
    sajdah) dalam keadaan wudlu, tapi ada pula yang tidak. Maka siapa yang
    bersegera untuk sujud karena takut luput, ia sujud walaupun dia tidak
    berwudlu ketika ada halangan atau gangguan wudlu. Hal ini diperkuat dengan
    hadits Ibnu Abbas bahwa pernah sujud bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
    Wa Sallam, kaum Muslimin, musyrikin, dari golongan jin dan manusia. Di sini,
    Ibnu Abbas menyamakan sujud bagi semuanya, padahal pada waktu itu ada yang
    tidak sah wudlunya. Dari sini diketahui bahwa sujud tilawah tetap sah
    dilakukan, baik oleh orang yang berwudlu maupun yang tidak. Wallahu A'lam."

    Jadi, kesimpulannya bahwa sujud tilawah boleh dilakukan bagi yang berwudlu
    maupun yang tidak.

    Termasuk dari syarat sujud tilawah adalah takbir. Hanya saja terjadi
    ikhtilaf mengenai hukumnya. Demikian dibawakan oleh Syaikh Ali Bassam dalam
    kitabnya Taudlihul Ahkam. Adapun yang rajih (lebih kuat) adalah disunnahkan
    takbir jika dilakukan dalam shalat. Hal ini berdasarkan keumuman hadits
    bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam takbir pada tiap pergantian
    rakaat. Adapun mengenai sujud tilawah diluar shalat, Abu Qilabah dan Ibnu
    Sirin berkata dalam Al Mushanaf yang diriwayatkan oleh Abdur Razaq :
    "Apabila seseorang membaca ayat sajdah diluar shalat, hendaklah mengucapkan
    takbir." Beliau (Abdur Razaq) dan Baihaqi meriwayatkannya dari Muslim bin
    Yasar yang dikatakan Syaikh Al Albani bahwa : "Sanadnya shahih."

    Adapun ketika bangkit dari sujud, tidak teriwayatkan dari Rasulullah
    Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwa beliau mengucapkan takbir. Hal ini
    diungkapkan oleh Ibnul Qayim dalam Zadul Ma'ad, juz 1 halaman 272. Wallahu A
    'lam.

    Dari kedua point di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat hendak melakukan
    sujud tilawah :
    1. Tidak diharuskan berwudlu.
    2. Disunnahkan bertakbir, baik pada waktu shalat maupun diluar shalat.
    3. Menghadap kiblat dan menutup aurat, sebagaimana yang dinyatakan oleh para fuqaha.
    4. {Tentang masalah ini, terdapat riwayat yang dihasankan oleh Ibnu Hajar Al 'Asqalani yang berbunyi : "Dari Abu Abdirrahman As Sulami berkata bahwa Ibnu Umar pernah membaca ayat sajdah kemudian beliau sujud tanpa berwudlu dan tanpa menghadap kiblat dan beliau dalam keadaan mengisyaratkan suatu isyarat." (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, lihat Fathul Bari juz 2 halaman 645) Namun, untuk lebih selamat adalah mengikuti apa yang dinyatakan jumhur fuqaha, sedangkan atsar Ibnu Umar dipahami pada situasi darurat.}
    5. Boleh dilakukan pada waktu-waktu dilarang shalat.
    6. Disunnahkan bagi yang mendengar bacaan ayat sajdah untuk sujud bila yang
      membaca sujud dan tidak bila tidak.
    7. Tidak dibenarkan dilakukan pada shalat sir (shalat dengan bacaan tidak
      nyaring) seperti pendapat Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syaikh Muqbil, serta
      Syaikh Al Albani. Sedangkan hadits yang menerangkan bahwasanya Rasulullah
      Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sujud tilawah pada shalat dhuhur adalah
      munqathi' (terputus sanadnya) dan tidak bisa dipakai sebagai dalil. Hal ini
      diungkapkan oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, halaman 272.
    8. Doa yang dibaca pada waktu sujud tilawah :

      "SAJADA WAJHII LILLADZII KHALAQAHU WA SYAQQA SAM`AHU WA BASHARAHU
      BIHAWLIHI WAQUWWATIHI FATABAARAKALLAAHU AHSANUL KHAALIQIIN"
      (Wajahku sujud kepada Penciptanya dan Yang membukakan pendengaran dan
      penglihatannya dengan daya upaya dan kekuatan-Nya, Maha Suci Allah
      sebaik-baik pencipta.) [HR. Tirmidzi 2/474, Ahmad 6/30, An Nasa'i 1128, dan
      Al Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Dzahabi]
    Tidak ada hadits yang shahih tentang doa sujud tilawah kecuali hadits Aisyah
    (di atas) menurut Sayid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah 1/188, tanpa komentar dari
    Syaikh Al Albani.

    [Majalah Salafy/Edisi XXIV/1418/1998/Ahkam]

Mon, 01 Nov 2004 10:38:33 -0800 ------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Website Masjid Wilayah Persekutuan Sujud Sajadah
Kemaskini pada Rabu 19 September 2012 / 3 Zulkaedah 1433

Saturday, December 12, 2009

Pesanan semasa mendengar azan

Kematian itu pasti menjelma. Hanya masa dan waktunya yang tidak kita ketahui. Cuba kita amati. Mengapa kebanyakan orang yg nazak, hampir ajal tidak dapat berkata apa-apa.. lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan 'sakaratul maut'.
Diriwayatkan sebuah hadis yg bermaksud: "Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya." Ini jelas menunjukkan, kita disarankan agar mendiamkan diri, jangan berkata apa-apa pun semasa azan berkumandang. Sebagai orang beragama Islam kita wajib menghormati azan. Banyak fadhilatnya. Jika lagu kebangsaan kita diajar agar berdiri tegak dan diamkan diri.
Mengapa ketika azan kita tidak boleh mendiamkan diri? Lantas sesiapa yang berkata-kata ketika azan, Allah akan kelukan lidahnya ketika nazak. Kita takut dengan kelunya lidah kita semasa ajal hampir tiba maka kita tidak dapat mengucap kalimah "Lailahaillallah.." yang mana sesiapa yang dapat mengucapkan kalimah ini ketika nyawanya akan dicabut Allahdgn izinNya menjanjikan syurga untuk mereka. Dari itu marilah kita
sama-sama menghormati azan dan mohon kepada Allah supaya lidah ini! tidak kelu semasa nyawa kita sedang dicabut.
"Ya Allah! Anugerahkanlah kematian kami dengan kematian yang baik lagi mulia, lancarkan lidah kami mengucap kalimah "Lailahaillallah.." semasa sakaratul maut menghampiri kami. Amin.. amin.. amin Yarobbal a'lamin.."
WASIAT NABI MUHAMMAD S.A.W. kepada SAIDINA ALI R.A.;
Wahai Ali, bagi orang 'ALIM itu ada 3 tanda2nya:

-1) Jujur dalam berkata-kata.
-2) Menjauhi segala yg haram.
-3) Merendahkan diri.
Wahai Ali, bagi orang yg JUJUR itu ada 3 tanda2nya:

-1) Merahsiakan ibadahnya.
-2) Merahsiakan sedekahnya.
-3) Merahsiakan ujian yg menimpanya.
Wahai Ali, bagi org yg TAKWA itu ada 3 tanda2nya:

-1) Takut berlaku dusta dan keji.
-2) Menjauhi kejahatan.
-3) Memohon yang halal kerana takut jatuh dalam keharaman.
Wahai Ali, bagi AHLI IBADAH itu ada 3 tanda2nya:

-1) Mengawasi dirinya.
-2) Menghisab dirinya.
-3) Memperbanyakkan ibadah kepada Allah S.W.T.

kenapa ya...
Wang RM50 atau S$50 kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak dermamasjid, tetapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket. 45 minitterasa terlalu lama untuk berzikir tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan bola sepak. Semua insan ingin memasuki syurga tetapi tidak ramai yang berfikir dan berbicara tentang bagaimana untuk memasukinya.
*Kita boleh mengirimkan ribuan 'jokes' dan 'surat berantai' melalui e-mail tetapi bila mengirimkan yang berkaitan dengan ibadah seringkali berfikir 2 atau 3 kali............. Kenapa ya...

Solat-solat Sunat

Solat-solat sunatPerlaksanaan solat-solat sunat amat digalakkan selain dari solat-solat fardhu.

1. Sunat Rawatib - solat sunat mengiringi solat fardhu. Solat sunat rawatib ada dua jenis: Sunat "Qabliyah" iaitu solat rawatib yang dikerjakan sebelum solat wajib, dan waktu-waktunya ialah: 2 rakaat sebelum solat Subuh, 2 rakaat sebelum solat Zuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum solat Asar, dan 2 rakaat sebelum solat Isya'; dan Sunat "Ba’diyyah" iaitu solat rawatib yang dikerjakan setelah solat fardhu, dan waktu-waktunya ialah: 2 atau 4 rakaat sesudah solat Zuhur, 2 rakaat sesudah solat Maghrib dan 2 rakaat sesudah solat Isya'.

2. Sunat Dhuha - solat ketika matahari baru naik pada waktu pagi sekadar satu galah tingginya, sekurang-kurangnya 2 rakaat dan sebanyak-banyaknya 12 rakaat (enam salam).

3. Sunat Witir - solat selepas solat Isyak, kebiasaannya dirangkaikan dengan solat sunat tarawih. Bilangan rakaatnya ialah 1, 3, 5, 7, 9 atau 11 rakaat.

4. Sunat Tahajjud - solat pada lewat tengah malam selepas bangun dari tidur.

5. Sunat Tasbih - solat yang terdapat sebanyak 300 tasbih, dianjurkan supaya dikerjakan sekurang-kurang sekali seumur hidup. Solat tasbih ada empat rakaat, dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, dan jika dikerjakan pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakan solat tasbih ialah dengan membaca tasbih 15 kali sesudah membaca surat Al-Fatihah, 10 kali tasbih ketika rukuk, 10 tasbih ketika iktidal, 10 tasbih ketika sujud pertama, 10 tasbih ketika duduk antara dua sujud, dan 10 tasbih ketika sujud kedua. Ulangi 75 tasbih ini untuk empat rakaat.

6. Sunat Hajat - solat untuk memohon hajat atau ketika berada dalam kesulitan.

7. Sunat Tahiyyatul Masjid - solat ketika memasuki masjid.

8. Sunat Taubat - solat

Hidayatul Salikin

Kitab Hidayatul Salikin karangan Sheikh Abdul al-Samad Palembani
Ust Razi Asror

11.12.2009 (Jumaat)
Kali ini Ust membincang akan sifat keperibadian Rasulullah daripada kitab Syamail Muhammad S.A.W. - Keperibadian Rasulullah (Kumpulan Hadis Susuk Jasad Dan Peribadi Agung Nabi Muhammad S.A.W.) - Isi Versi Bahasa Indonesia. Kitab Syamail Muhammad S.A.W. merupakan kitab yang sangat berharga kerana memaparkan secara detail semua hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmizi berkaitan susuk peribadi tubuh badan Rasulullah S.A.W. serta perilaku dan sahsiah Baginda lahir dan batin.
Berikut adalah rakaman kuliah ustaz di Surau Faber pada 11.11.2009.
Kandungan kuliah ini hampir sama seperti yang disampaikan oleh ustaz di Masjid Taman Kosas.
Ust Razi Asror Al Hafiz 121109.wav

Fiqhul Minhaji Al-Shafie

UST. NAZERI MUSTAFA

9.12.2009 (Rabu)

Amalan, Zikir dan Wirid

Berpandukan Dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ustaz Fazlul Rahimi Maarop

8.12.2009

Surah Al-Hasyr ayat 21 hingga 24



Ustaz memberi terjemahan serta menerangkan maksud ayat-ayat ini.

Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini ke atas sebuah gunung, nescaya
engkau melihat gunung itu khusyuk serta pecah belah kerana takut
kepada
Allah. Dan (ingatlah), misal-misal perbandingan ini Kami
kemukakan
kepada umat manusia, supaya mereka memikirkannya. (21)
Dialah Allah, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Mengetahui
perkara yang ghaib dan yang nyata Dialah Yang Maha Pemurah,
lagi Maha Mengasihani. (22)
Dialah Allah, yang tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Menguasai
(sekalian alam) Yang Maha Suci Yang Maha Selamat Sejahtera (dari
segala kekurangan) Yang Melimpahkan Keamanan Yang Maha Pengawal
serta Pengawas Yang Maha Kuasa Yang Maha Kuat (menundukkan
segala-galanya) Yang Melengkapi segala KebesaranNya. Maha Suci
Allah dari segala yang mereka sekutukan denganNya. (23)
Dialah Allah, Yang Menciptakan sekalian makhluk Yang Mengadakan (dari
tiada kepada ada) Yang Membentuk rupa (makhluk-makhlukNya menurut
yang dikehendakiNya)bagiNyalah nama-nama yang sebaik-baiknya dan
semulia-mulianya bertasbih kepadaNya segala yang ada di langit dan di
bumi dan Dialah Yang tidak ada tuluk bandingNya, lagi Maha Bijaksana. (24)

Ustaz menjelaskan ayat-ayat ini menerang akan kehebatan Al-Quran dan

nama-nama Allah yang terdapat dalam surah ini.

Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud:

“Sesiapa yang membaca ‘auzubillahis samiul alim minas syaitanirajim’ tiga kali diikuti membaca tiga ayat yang terakhir daripada surah al-Hasyr, nescaya Allah akan menghantar kepadanya 70,000 malaikat khusus untuk berselawat (berdoa) kepadanya hingga pagi. Jika dia mati pada hari itu, maka dia mati syahid”.



Kuliah Subuh

Ust. Drs. Sapawai Che Mat
Kitab: Adab dan Sopan dalam Islam

(Gambar dari majalah Anis, Mac 2010)

Ucapan Takziah

Takziah dari segi istilah bererti menyuruh seseorang dengan bersabar dan mendorongnya dengan pahala yang dijanjikan, memperingati daripada dosa, mendoakan bagi si mati dengan keampunan dan mendoakan bagi orang yang terkena musibah dengan mendapat penggantinya. (Mughni al-Muhtaj: 1/481)

Sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat untuk menziarahi keluarga si mati atau orang yang terkena musibah. Amalan ini amatlah digalakkan oleh Islam.

Hukum Takziah

Takziah itu sunat diucapkan kepada mereka yang ditimpa musibah, sebagaimana Nabi s.a.w. bersabda yang maksudnya : "Tiadalah seorang mukmin yang mengucapkan takziah pada saudaranya yang ditimpa musibah, melainkan Allah s.w.t. memberikannya pakaian daripada pakaian kehormatan di hari qiamat.” (Hadis riwayat Ibnu Majah)

Adapun takziah itu sunat diucapkan kepada ahli keluarga musibah pada keseluruhannya, sama ada terdiri daripada orang dewasa lelaki dan perempuan atau pun kanak-kanak yang berakal. Akan tetapi tidak boleh mengucapkan takziah itu kepada perempuan yang muda melainkan sesamanya perempuan, suami atau pun mahramnya. Ini kerana ditakuti akan mendatangkan fitnah.

Waktu Dan Jangka Masa Takziah

Sunat mengucapkan takziah kepada ahli keluarga musibah sebelum dan selepas menguburkan si mati. Adapun lebih afdhal mengucapkan takziah itu selepas menguburkan si mati kerana kesibukan ahli keluarga pada menguruskan mayat si mati. Berlainan halnya jika ahli keluarga itu terlalu sedih dan resah sebelum dikuburkan mayat tersebut, maka afdhal didahulukan takziah itu bagi menghilangkan kesedihan dan keresahannya.

Ucapan takziah kepada ahli keluarga musibah itu, hendaklah tidak melebihi kira-kira tiga hari lebih kurang. Kerana dalam jangka masa tiga hari itu, ahli keluarga musibah pada kebiasaannya hati mereka sudah mula tenang dan tidak merasa sedih dan resah lagi. Makruh mengucapkan takziah kepada ahli keluarga si mati selepas berlalunya tiga hari agar tidak menimbulkan lagi kesedihan mereka. Jika salah seorang di antara orang yang mengucapkan takziah dan orang yang diucapkan takziah itu tidak ada pada masa tersebut, maka harus diucapkan takziah itu selepas tiga hari.

Menyediakan Makanan Bagi Ahli Keluarga Si mati

Sunat bagi jiran dan kaum kerabat yang jauh menyediakan makanan untuk ahli keluarga si mati, sebagaimana Rasulullah s.a.w. bersabda kepada ahlinya ketika mendapat khabar kematian Saiyidina Ja‘far bin Abi Thalib: yang maksudnya : “Kamu buatkanlah makanan bagi keluarga Saiyidina Ja‘far, sesungguhnya telah didapati mereka itu kesibukan (atas kematian Saiyidina Ja‘far).” (Hadis riwayat Tirmidzi)

Haram menyediakan makanan kepada orang yang meratapi si mati, seperti perempuan yang meraung menangis sambil menampar-nampar pipinya dan merobek-robek pakaiannya. Ini kerana orang yang menyediakan makanan untuk orang yang meratapi itu bekerjasama dalam maksiat. (I‘anah At-Thalibin: 2/165)

Adapun bagi ahli keluarga si mati itu sendiri adalah makruh menyediakan makanan dan mengumpulkan orang ramai bagi menjamu jamuan itu, kerana ia boleh menambahkan lagi kesedihan, kesibukan di samping menguruskan jenazah dan ia juga boleh menyerupai perbuatan orang jahiliah dan perbuatan ini juga adalah bid‘ah makruhah. Sebagaimana dalam sebuah hadis daripada Jarir bin Abdillah Al- Bajaliy berkata yang maksudnya : "Kami (sahabat) mengiktibarkan berhimpun di tempat ahli keluarga si mati dan mereka (ahli keluarga si mati) membuat jamuan makanan selepas penguburan si mati: itu adalah sebagai satu niyahah (ratapan).” (Hadis riwayat Ibnu Majah)

Adapun jika jamuan makan yang biasa dilakukan itu bertujuan untuk mendapatkan rahmat Allah s.w.t. bagi si mati, maka tujuan itu adalah baik. Jika ahli keluarga si mati itu memberatkan diri dengan berbagai-bagai makanan dengan tujuan riak, bermegah-megah dan perkara-perkara yang boleh membawa kepada riak dan bertujuan untuk meratapi si mati, maka itu adalah perbuatan orang jahiliah.

Lafaz Takziah

Sunat ke atas orang Islam mengucapkan takziah kepada orang yang ditimpa musibah.

Adapun ucapan takziah itu jika ditujukan kepada ahli keluarga yang Islam dan bagi si mati yang Islam, lafaznya adalah seperti berikut : Ertinya: “Semoga Allah membesarkan pahalamu dan kesabaranmu dan semoga Allah memberimu penggantinya.”

(Daripada IrwanIrah blog)

Ucapan Takziah Kepada Orang Bukan Islam

Masjid-masjid sekitar Taman Kosas


Masjid Bukit Indah
Lengkungan Bukit Indah 2
Taman Bukit Indah


Masjid Fatimah Az-Zahra
Mulanya ia adalah sebuah surau.

Masjid Jami' Ilhuda
Terletak di Jalan Pinang bersetentangan dengan Sekolah Kebangsaan Kg. Melayu



Masjid Bandar Baru Ampang
Ini adalah masjid yang terbaru di dalam Ampang Jaya. Masjid ini telah mengadakan solat Jumaat buat pertama kali pada 20 November 2009.
(Gambar masjid semasa dalam pembinaan - Maxx Creative Sdn Bhd)


Masjid Al-Aman
Lembah Jaya Selatan

Sirah Khulaffa' Ar-rashidin

Ust. Najib Ali

4.12.2009

Sambungan riwayat Sayidina Abu Bakar.
Dari hadis Nabi S.A.W.
Rasulullah bertanya kepada para sahabat;

1) Siapakah di antara kamu yang berpuasa hari ini?
2) Siapakah yang mengiringi janazah pada hari ini?
3) Siapakah antara kamu yang sudah bersedekah pada hari ini?
4) Siapakah antara kamu yang sudah menziarahi orang sakit pada hari ini?

Tidak ada orang yang menjawab “Ya” kepada soalan-soalan tersebut, melainkan Abu Bakar. Rasulullah SAW sangat gembira mendengarnya dan berkata kepada Abu Bakar, “Bergembiralah kamu dengan syurga. Bergembiralah kamu dengan syurga.”

http://www.duniadeen.com/2008/11/abu-bakr-al-siddiq.html

Jadual Kuliah






Jadual Kuliah Bulan Oktober (Shawal 1430H)


Klik pada gambar untuk besarkan.

Hadith Rasulullah: Kun ‘aliman, au muta’alliman, au mustami’aan, au muhibban. Wa laa takun khaamisan. Fa tahluka.

Maknanya: Jadilah orang yang berilmu, atau menuntut ilmu, atau mendengarkan ilmu, atau yang mencintai ilmu. Dan jangan menjadi org yang kelima (yakni bukan dari 4 golongan pertama), maka kamu akan musnah.



Saya taraf talabah pun tidak. Kalau dalam susunan "'aliman au muta'alliman au mustami'an au muhibban" tu, saya jatuh nombor empat - saya suka orang yang mengajar, belajar atau mendengar orang belajar.

Tuesday, November 24, 2009

Masjid Taman Kosas

Ini adalah masjid baru Taman Kosas berharga RM4 juta terletak di kawasan perumahan fasa 3 mula digunakan pada awal bulan Mac 2008. Pada 15 April 2007 satu majlis penentuan arah kiblat telah diadakan  dengan kerjasama Jabatan Mufti Negeri Selangor. Pembinaan masjid ini hanya mengambil masa 10 bulan untuk siap sepenuhnya iaitu pada 12 Februari 2008. Masjid ini boleh menampung sehingga 1,200 jemaah pada satu-satu masa. Majlis penyerahan bangunan masjid telah diadakan pada hari Jumaat 7 Mac 2008. Manakala solat Jumaat pertama diadakan pada 23 Mei 2008. (Gambar ini di ambil pada 24 Nov 2009)





View Masjid Taman Kosas in a larger map

Sebuah lagi masjid  terletak di fasa 2 iaitu Masjid Fatimah Az-Zahra. Masjid ini telah dibuka pada tahun 1992 yang  berasal daripada sebuah rumah dan sebidang tanah yang diwakafkan oleh seorang hamba Allah perempuan yang ingin melihat sebuah tempat ibadat masyarakat Islam wujud di Taman Kosas.
Hasil daripada usaha gigih penduduk di situ, bermula dari sebuah surau akhirnya Masjid Fatimah az-Zahra telah mendapat kelulusan daripada Jabatan Agama Islam untuk diadakan solat Jumaat.
Apa yang menarik, sepanjang masjid ini beroperasi, segala perbelanjaan pengurusan termasuk gaji untuk Imam dan bilal dibayar melalui hasil infak jamaah dan orang ramai serta tidak pernah mendapat bantuan daripada jabatan agama.

Sekarang dewan solat Masjid ini telah diperbesarkan dan dilengkapi dengan sistem penghawa dingin.
(gambar di atas adalah gambar terbaru dan di bawah pada tahun 2008)

Sunday, September 6, 2009

Menambah bilangan rakaat

Fiqh Imam Makmum
Di salin dari blog Abu Raihanah Al-Banjari

Keadaan :
Seorang imam telah menambah bilangan rakaat disebabkan oleh keraguan terhadap bilangan rakaat sama ada ianya mencukupi atau tidak, bagaimanakah penyelesaian terhadap masalah ini kepada imam dan makmum?

Jawapan :
Bagi imam, perbuatannya menambah bilangan tersebut tidak menjejaskan solatnya disebabkan oleh keperluan untuk menambah bilangan rakaat seandainya seseorang itu tidak yakin ( ragu ) sama ada bilangan rakaat solatnya cukup atau tidak, dan dituntut ke atasnya selepas daripada itu untuk melakukan sujud sahwi.

Bagi makmum, di sana ada 3 keadaan:
  1. Seandainya seseorang itu menyedari akan kesilapan yang dilakukan imam (menambah akan bilangan rakaat), maka baginya mufaraqah daripada imam (memisahkan dirinya dari mengikuti akan imam) dengan tidak mengikuti imam tatkala dia bangun menambah bilangan rakaat yang diraguinya.
    Dan dalam hal mufaraqah dibolehkan baginya (makmum) dua keadaan sama ada menyudahkan solat dengan memberi salam (selepas membaca tahiyat akhir) tanpa menunggu imam atau dia menunggu imam (pada duduk tahiyah akhir) sehingga imam memberi salam, lalu makmum memberi salam bersama-sama dengan imam.
  2. Seandainya makmum tidak menyedari akan kesilapan yang dilakukan imam (menambah bilangan rakaat) atau ragu dengan bilangan rakaat, ke atasnya untuk menuruti perbuatan imam sehinggalah imam memberi salam.
  3. Seandainya makmum menyedari kesilapan yang dilakukan oleh imam, namun tetap menuruti imam pada menambah bilangan rakaat : maka bagi makmum dalam keadaan ini ada dua pendapat :
  • Ada yang berpendapat bahawa makmum itu terbatal solatnya kerana menambah rukun solat dengan sengaja.
  • Dan ada yang berpendapat tidak batal solat mereka bahkan harus dia menuruti imam atas dalil :
    إنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
    Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk menyempunakan dengannya apabila dia bertakbir, maka bertakbirlah kamu semua, apabila dia membaca, maka hendaklah kamu diam"
    Difahami dari mafhum hadith ini bahawa ke atas makmum supaya menuruti perbuatan imam.
Mudah-mudahan penjelasan yang diberikan difahami, dan mudah-mudahan Allah menerima solat kita semua. Dan bagi saya ketiga-tiga keadaan ini ( keadaan makmum ) diterima ibadah solat mereka. Wallahu a'lam.

Rujukan : Fatwa Lajnah Daimah, namun pendapat Abd Aziz bin Baaz sehingga kepada keadaan kedua sahaja yang diterima solatnya, tidak yang ketiga. Pendapat yang ketiga saya ambil daripada pandangan guru-guru saya, dan sahabat-sahabat dalam membahaskan masalah ini beserta dengan dalil daripada mereka. Wallahu a'lam.

Thursday, August 6, 2009

Syarat Sah Solat Jamaah

Ustaz Ishak Din

Tarikh: 20.5.2009 ; 17. 6. 2009 ; 05.8.2009
Ustaz telah menerangkan syarat-syarat sah solat berjamaah ini secara-cara beransur-ansur pada tarikh-tarikh di atas.

Syarat-syarat sah Solat Jamaah bagi solat-solat Waktu
Apakah syarat-syarat sah solat berjamaah?
Syarat-syarat sah solat jemaah adalah:
  1. Makmum perlu berniat mengikut imam, tetapi imam itu tidak disyaratkan niat menjadi imam.
  2. Makmum mengemudiankan kedudukan, bacaan dan per-buatan daripada imam.
  3. Makmum perlu mengetahui perpindahan imam daripada satu rukun ke satu rukun yang lain sama ada dengan melihat ataupun mendengar imam ataupun melihat makmum di hadapannya.
  4. Makmum perlu mengetahui dan yakin akan sah solat imamnya.
  5. Imam dan makmum perlu berada dalam satu bangunan. Sekiranya kedua-duanya ataupun salah seorang berada di luar bangunan ataupun di tanah lapang, maka disyaratkan jarak antara kedua-duanya tidak melebihi 300 hasta.
  6. Solat makmum perlu muafakat ataupun sama dengan solat imam daripada segi caranya.
  7. Makmum tidak boleh menyalahi imam dalam melakukan ataupun meninggalkan perkara-perkara sunat.
  8. Makmum tidak boleh mengikut imam yang kurang daripadanya seperti imam itu orang tidak tahu membaca, perempuan dan sebagainya.
  9. Makmum tidak boleh mengikuti orang yang menjadi makmum kepada imam yang lain.
  10. Makmum tidak boleh ketinggalan daripada imamnya dua rukun dengan sengaja ataupun tiga rukun dengan uzur atau pun mendahului dua rukun daripada imam dengan sengaja.


Tarikh: 4. 2. 2009

Dalam kita mengerjakan Ibadah hendaklah ada dengan syarat-syaratnya.
Ada 4 syarat yang diberikan oleh ustaz.
  1. Setiap abid/orang itu mestilah muslim. Sememangnya orang kafir itu jahat tetapi orang jahat tak semestinya kafir.
  2. Setiap orang mestilah mengetahui setiap teknik ibadat yang hendak dilakukan. Maka adalah wajib bagi setiap individu muslim menuntut ilmu.
  3. Setiap ibadat yang dibuat mesti ada nas (Sunnah Rasulullah S.A.W.)
  4. Setiap orang yang buat ibadat itu mestilah ikhlas.